Wednesday, July 20, 2005

Review of Quarter Life Fear

Judul : Quarter life fear
Pengarang : Primadonna Angela
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : I (Juli 2005)
Tebal : 224 hlm.

“Sembilan bulan lebih Mama mengandungmu. Menyusuimu. Mengurus segala macam keperluanmu. Membesarkan dirimu dengan susah payah. Lalu sekarang kamu berkata bahwa kamu takut merepotkan Mama? Oh, anakku, betapa sedikit engkau memahami ibumu, Naaaaak...”Air mata bergelimpangan di mana-mana. Aku sampai harus menghindar agar tidak kecipratan.

”Mama kan pengen ngebantu kamu, Nda. Mbok ya diterima, gitu. Ditolak itu kan nggak enak.”

Alkisah, di kota Bandung hidup seorang gadis gemuk bernama Belinda, yang bekerja di sebuah institusi pendidikan anak. Hidupnya terasa bagaikan tragedi, karena Mama Belinda seorang yang cantik (dan juga eksentrik) sedangkan Papanya seorang pengusaha yang sukses, sementara dirinya sendiri tidak mewarisi keunggulan kedua orang tuanya. Terkadang ia takut dirinya ternyata anak adopsi. Terkadang ia malah sebaliknya bersyukur kalau-kalau dirinya benar-benar anak adopsi, agar ia bebas dari tekanan untuk menyamai orang tuanya.

Belinda juga memiliki seorang sahabat sekaligus tetangga bernama Ine. Dengan Ine sejak bayi hingga memasuki dunia kerja Belinda selalu berbagi suka duka hidup. Mereka bahkan memiliki selimut persaudaraan, pertanda bahwa hubungan mereka sangat dekat. Begitu dekat, sampai-sampai dengan santainya Ine tega berkata, “Lu tuh gak gendut-gendut amat. Seperti kata Garfield kan, bukannya overweight, tapi undertall.”

Yah, begitulah. Belinda memang tidak punya kecantikan, kecerdasan, dan kepribadian ala Miss Universe. Sedangkan, Ine, seperti Mama Belinda, berparas cantik, selalu jadi juara umum di sekolah, penampilannya trendy, gampang gonta-ganti pacar, dan karirnya jauh lebih moncer. (Jadinya Ine juga lebih mampu shopping.) Satu lagi, mereka berdua entah bagaimana dapat tetap langsing tanpa peduli apa yang mereka telan sementara Belinda harus mati-matian diet agar bisa langsing.

Tidak pernah bisa menjadi seperti Mama dan Ine, Belinda menjadi terobsesi pada mereka berdua. Sekarang Belinda sudah 25 tahun, karirnya mentok sebagai pengajar paruh waktu, dan belum punya pendamping hidup. Dunia yang kejam tampaknya enggan memberikan excuse dan waktu lagi pada Belinda dan segala kekurangannya. Belinda merasa tak berdaya, dan sebagai akibatnya, pada suatu pagi seorang dokter memvonis Belinda:
“Anak ibu kena penyakit quarter life fear. Ia tidak mau ulang tahunnya dirayakan.”
Mungkinkah Belinda meraih apa yang diinginkannya dalam hidup ini? Baca sendiri novel karya ibu satu anak ini dan bersiap-siaplah untuk plot yang, meminjam istilah Pak Arswendo, meledak dengan lembut.

Quarter Life Fear, bukan saja sebuah novel komedi yang menghibur tapi juga sekaligus mengobati jiwa dalam suatu masyarakat yang kecanduan gengsi, adu pamer dalam segala situasi dan kondisi. Jika dari buku Lifestyle David Chaney, dapat disimpulkan bahwa masyarakat sekarang adalah potret masyarakat pesolek, masyarakat yang berprinsip "aku bergaya maka aku ada maka dari buku ini pesan pengarangnya kebalikannya: Seperti Belinda, setiap orang, saya yakin, berhak untuk berbahagia dengan jalannya sendiri. Wah, saya merasa dikuatkan di hati setelah membaca novel ini. Semoga saja saya juga punya ‘quarter life luck’ seperti Belinda.

Thanks to Resensi Buku!

No comments:

Match Up
Match each word in the left column with its synonym on the right. When finished, click Answer to see the results. Good luck!