Monday, June 30, 2014

Mengenai Pilihan (Presiden)

Kuakui, aku biasanya menghindar membicarakan politik. Terutama mengenai pilihan di bidang ini, entah partai/presiden. Waktu SMP atau SMA, aku pernah tergelincir dalam perdebatan tiada henti mengenai topik ini. Yang tadinya kusangka teman, berubah menjadi lawan. Yang kupikir sahabat, eh ternyata suka main sikat dan sikut sehingga perasaanku terluka dan perlu dibebat. Sejak itu, kuputuskan lebih baik aku tutup mulut. Apa pun pendapatku mengenai politik, pikirku, lebih baik kusimpan sendiri, daripada gontok-gontokan tidak jelas. Aku lebih suka hidup damai dan tenang daripada sedikit-sedikit mengkhawatirkan celetukan sengit dari orang lain yang tidak setuju denganku.

Di pilihan presiden tahun ini, segalanya berbeda. Aku melihat sendiri, di media massa, di media sosial, banyak orang yang dulu berteman menjadi ribut karena "mendiskusikan" pilihan masing-masing. Di pasar, di terminal, aku dengar sendiri, banyak yang membicarakan calon presiden yang mereka pilih. Beberapa kenalan lamaku pun berkampanye di hadapanku, mempromosikan sosok yang mereka anggap pantas menjadi presiden. Entah dengan cara yang dianggap etis atau tidak, entah dengan fitnah, membongkar borok masa silam, atau menggalang dukungan dari massa. Aku bukan pengamat politik dan lingkungan kualitas wahid, sila tanya pada mereka kalau ingin tahu secara mendetail cara-cara apa saja yang ditempuh kedua pihak untuk mencapai kemenangan.

Kali ini, dalam hati aku sudah tahu siapa yang akan aku pilih. Dengan berlalunya waktu, kampanye yang dicanangkan, pilihanku jatuh kepada nomor dua. Awalnya aku teguh dengan pendirianku, untuk tidak membahas lebih lanjut mengenai politik atau pilihan yang akan aku ambil. Lama-lama, aku yakin aku harus mengemukakan alasan-alasanku.

Mengapa nomor dua? Alasan pertamaku sederhana. Aku tidak suka pada menteri yang suka mengganti berbagai laman dengan "internet positif", kemudian menempatkan iklan di sana. Aku juga tidak suka dengan beberapa pernyataan beliau yang terkesan gegabah. Salah satu contohnya, komentar beliau mengenai AIDS. Belum lagi mengenai internet cepat. Mengingat jabatan yang beliau emban, sungguh tidak pantas seorang menteri bisa kebablasan mengeluarkan pernyataan yang terkesan ngasal (dan ini terjadi berkali-kali). Capres nomor satu menggandeng partai menteri satu itu, sehingga ada kemungkinan kalau capres nomor satu menang, dia tetap memegang jabatan itu. Aku ingin dia diganti, sehingga aku tak ingin memilih nomor satu. Logika sederhana.

Tentu, ada kemungkinan siapa pun penggantinya kelak, lebih parah lagi. Kita takkan tahu. Tapi menurutku lebih baik mengambil risiko muka baru yang memegang jabatan ini, daripada muka lama yang kita semua sudah tahu kinerjanya seperti apa.

Alasan keduaku, karena Bapak Joko Widodo memberiku sesuatu yang tidak bisa diberikan capres nomor satu: harapan akan Indonesia yang lebih baik. Membandingkan slogan "Mari Selamatkan Indonesia"/"Indonesia Bangkit" dengan "Indonesia Hebat", aku jelas akan memilih yang kedua. Katakanlah aku terlalu memperhatikan makna kata, dengan "Indonesia Hebat", itu mengonfirmasi bahwa Indonesia sudahlah hebat. Sementara capres nomor satu ingin menyelamatkan dan membangkitkan Indonesia? Berarti di matanya Indonesia itu...? (isi sendiri)

Sebagai pekerja di industri kreatif, ini alasan utamaku memilih Bapak Jokowi: aku mendambakan masa depan cerah bagi industri ini. Sila gunakan laman Google dan kalian bisa cari tahu sendiri nama-nama besar di bidang kreatif yang mendukung Bapak Jokowi. (Aku tidak akan menyebutkan nama, agar tidak dituduh mencatut nama atau sejenisnya.) Aku percaya kalau beliau jadi presiden, dunia kreatif akan semakin berkembang, dan syukur-syukur masukan serta pendapat kami, pekerja industri kreatif, akan lebih didengar.

Keputusanku sudah bulat. Ini pernyataan, beserta alasan-alasanku. Karena itulah khusus blog post ini, aku tidak mengaktifkan komen. Kalau pilihan kalian--para pembaca--sama denganku, sila dukung Pak Jokowi dengan berbagai cara yang kalian tahu. Kalau kalian berpendapat nomor satu yang lebih layak menjadi presiden, sila bikin blog post sendiri untuk menyatakan pendapat kalian.

Aku pikir, "Mari kita sepakat untuk tidak sepakat" adalah hal yang indah. Dunia ini luas sekali, penghuninya pun banyak. Masa semuanya harus sama? Justru semakin aku bepergian, berinteraksi dengan banyak orang, semakin aku sadar, perbedaan itulah yang membuat dunia menjadi istimewa. Perbedaan membuat kita merenung, oh, ternyata, di dunia ada banyak pendapat. Dan kebenaran bagi kita, bisa jadi berbeda dengan orang lain.

Satu hal lagi, meski calon presiden kita berbeda, kita sama-sama menginginkan Indonesia yang aman, damai, dan tenteram, kan? Hormatilah hak memilih orang lain, dan jangan jadikan politik atau pilpres ini sebagai alasan untuk memutus persahabatan.

#JKW4P
Match Up
Match each word in the left column with its synonym on the right. When finished, click Answer to see the results. Good luck!