Tuesday, January 20, 2004

Catatan: Kali ini saya akan menulis menggunakan bahasa ibu. Karena saya MALU kalau tulisan ini sempat dibaca orang asing (yang mengerti bahasa Indonesia sih, tidak apa-apa). Ini cuma sebatas unek-unek saya. Kekesalan di hati, melihat suatu hal yang mengganggu lahir dan bathin saya.

Sudah beberapa bulan ini koran-koran memberitakan Depag (Departemen Agama) yang dinilai tidak becus. Bahkan banyak juga yang mengatakan departemen ini adalah yang paling korup. Bagaimana tidak, puluhan ribu jemaah haji yang sekiranya berangkat tahun ini telantar. Depag pun lepas tangan dengan berkata permintaan kuota tidak dipenuhi Saudi Arabia. Tidak menghiraukan caci maki, protes, tudingan dari masyarakat yang memang memiliki alasan yang kuat.

Di antara puluhan ribu jemaah haji itu, kebetulan, ada kedua orang tua saya. Sampai saat saya menulis ini, mereka belum juga pergi. Nasib mereka terkatung-katung menunggu kabar. Paspor haji mereka yang dikeluarkan Depag, entah ke mana raibnya. Para oknum dari Depag menjanjikan akan mengurus paspor secepatnya. Bahkan mereka sampai minta uang muka segala. Bergantian mereka menawarkan jasa dengan imbalan uang yang tak sedikit. Semua tawaran dijajaki. Tidak ada hasilnya. Malah orang tua saya dan peserta lainnya (kebetulan mereka mengambil paket ONH plus) disarankan naik haji menggunakan paspor biasa saja. Orang tua saya menolak, karena tidak sesuai dengan prosedur. Bisa-bisa sesampainya di Tanah Suci disuruh pulang lagi ke Indonesia karena tidak menggunakan paspor haji.

Hari ini kedua orang tua saya mendapatkan kabar. Mereka dapat pergi menunaikan ibadah haji, berangkat hari Minggu ini. Akan tetapi, mereka terpaksa menggunakan paspor milik orang lain.

Mengapa demikian?

Karena paspor haji milik mereka rupanya telah dijual dengan sukses oleh para oknum.

Kedua orang tua saya terpaksa menggunakan paspor haji yang "dibeli" oleh pihak penyelenggara ONH plus dari Departemen Agama. Maka terjadilah pemalsuan besar-besaran. Pihak penyelenggara mengganti foto di paspor dengan foto kedua orang tua saya. Dan, lucunya, entah di mana dan kapan, ada sepasang suami istri yang pergi menunaikan ibadah haji menggunakan paspor kedua orang tua saya. Tentu saja mereka terpaksa mengganti foto di paspor juga.

Kok aneh! Pemalsuan seperti ini seakan dilegalkan karena memang disarankan oleh pihak dari Departemen Agama sendiri. Mau naik haji tahun depan? Mungkin masih sama saja kejadiannya. Saya tidak habis pikir, kok banyak orang-orang yang tega mengambil keuntungan materi (banyak, lagi!) dari orang-orang yang berniat beribadah. Padahal tidak semua orang yang naik haji itu orang berada. Sudah menjadi pengetahuan umum, banyak orang yang menjual harta bendanya berupa rumah, tanah, sawah, dll. agar dapat menunaikan ibadah haji. Tapi toh manusia kalau sudah dirasuki setan tak ingat apa-apa lagi kecuali keuntungan bagi dirinya pribadi. Dan mungkin bagi mereka, lebih gampang mengeruk keuntungan dengan cara haram, daripada berusaha dengan cara yang halal.

Saya tidak tahu siapa nama kedua orang tua saya sekarang (dalam paspor), demikian juga dengan umurnya. Dengan paspor dan identitas yang kacau, saya hanya dapat berdo'a agar ibadah kedua orang tua saya diterima oleh-Nya. Saya juga berdo'a agar Allah SWT memberikan ganjaran setimpal pada oknum-oknum yang sebenarnya merupakan setan dalam wujud manusia. Amin!

No comments:

Match Up
Match each word in the left column with its synonym on the right. When finished, click Answer to see the results. Good luck!